Pluto Admirer - #PlutoAdmirerSeries





~

Pluto Admirer #PlutoAdmirer

Bagian Pertama #PlutoAdmirer

~




Suratku tujuh februari lalu.
merpati tak mungkin salah. Mungkin tujuanmu saja yang salah.”


Sore itu, merpati kesayanganku tengah bersiap untuk mengantar pesanku. Sebongkah makanan kuhidangkan demi memuaskan perutnya yang kian menggerutu. Kulihatnya lahap mematuk serpihan makanan yang tercecer, sembari sesaat menengadahkan kepala, mengangguk-angguk—memberi isyarat ‘terima kasih’ kepada tuannya.
Di bawah langit lembayung, kuukir nama seseorang yang kutuju dengan pena biru.

---

Sekitar pukul 10 malam di sepertiga akhir 2014.
“Foto mana yang bagus buat kuedit?” tanyaku padanya
“Yang ini aja, bunganya lucu!”
Andai dia tahu, dia jauh ribuan kali lebih lucu.

Lucu memang. Terkadang, demi menghibur orang yang kita sukai, kita rela mengkhianati rasa lelah. Antara agar kita ingin dihargai, atau hanya karena kita memang tulus benar-benar ingin membuat seseorang bahagia. Padahal untuk melakukannya saja, terkadang kita tak tahu harus berbuat apa. Rela berdusta kepada dunia atas nama sebuah perjuangan – yang mungkin akan berujung pada sebuah kesia-siaan.
---  

            Memikirkannya adalah sebuah candu. Bak racun yang cepat menjalar, kita selalu dihadapkan pada dua pilihan—yang sama-sama memiliki risiko yang pantas untuk dibayar—antara meneruskan pikiran dengan perasaan penuh sesal, atau berhenti berpikir dan pergi dengan perasaan penuh sayang. Sesal karena tak mampu memanfaatkan ruang selagi ada kesempatan, dan sayang, karena tahu, ketika kamu pergi, kamu sadar, bahwa tempat kembalimu, adalah ia yang selalu menunggu hingga penghujung waktu.

Ah. Menulis namanya saja sudah gemetar.
---

Udahan dong saling minta maafnya!” pintanya tegas
“Memang selain maaf, apa ada hal lain yang ingin kamu sampaikan?”
“Apa yang ingin aku sampaikan, adalah sesuatu yang tak bisa kusampaikan”

Terkadang, suatu hal lebih baik tetap mengakar-membumi daripada hanya menjadi dandelion yang akan terhempas ke antah-berantah.

Pernahkah kamu melukai seseorang karena seseorang? Membisu, terperangkap candu, selalu menyalahkan sesuatu yang bahkan kini tak lagi hadir di sisimu. Mengkhianati kepercayaan seseorang dengan dalih kamu tak bisa beranjak dari seseorang yang telah berlalu. Tak dapat ditampik bahwa jika kamu terikat masa lalu, maka kemungkinan kamu tak punya lagi ruang di masa depan. Pada akhirnya kelak kamu akan kehilangan tiga kepercayaan: ia, dia, dan kamu sendiri.
---

Kukalungkan sepucuk surat di lehernya. Entah sudah berapa lembar kertas terbuang, entah sudah berapa liter tinta habis, dan entah berapa lama waktu telah digunakan hanya untuk mengukir harapan dalam sepucuk surat itu. Tapi.. sudahlah. Yang kutahu, pada akhirnya surat ini pasti tak akan pernah berbalas.
---

“Mau kemana?”
“Pergi dulu.” jawabnya anggun
“Tapi sebelum kamu pergi, boleh kuminta alamat tinggalmu kelak?”
“Biar apa?”
“Biar merpatiku menyapamu tiap waktu”

Kedepannya, garis silang sepertinya akan selalu menjadi hal yang kubenci.

Bertemu sekali, lalu berjarak setelahnya. Memang benar anggapan bahwa tak ada apapun yang abadi. Bahkan bunga edelweiss –yang dijuluki bunga abadi – pun, hanya dapat mekar selama sepuluh tahun lamanya. Setelah itu? Silahkan terka, atau bahkan buktikan sendiri.
---

Merpatiku pergi.
---

I am your Pluto Admirer”  tulisku padanya.
“Lho kok pengagum pluto?”
“Karena aku mengagumimu yang sulit kugapai bahkan dengan segala usaha yang tercurah—sebagaimana kasih matahari yang berusaha menggapai pluto dengan cahayanya, namun pada akhirnya tak sampai jua”

Meski berjarak, balasan surat hadir mempererat.

Apa yang lebih menyenangkan daripada mendapatkan kabar dari seseorang yang telah lama hilang dalam benak? Padahal dulu sempat kau puja, hingga pada akhirnya perlahan kenangan tentangnya terkikis seiring waktu berlalu. Mungkin bagiku menyenangkan. Ia hadir bak oase di tengah padang pasir yang tandus. Dengan aku, sang musafir yang hilang arah dan lupa kemana akan melangkah.
---

Piringan hitam diputar, menyentuh relung hati yang paling dalam. Serasa khidmat, tak ada pilihan selain menghanyutkan diri pada arus yang besar. Dalam kekosongan itu, hanya satu skenario yang senantiasa melintas dalam benak.
---

How do we keep our distance together?”
I am a magician. I can even fly anything to reach you.”
“Yes. Even the sun is envied, knowing that there’s another light to compete.”
“Haha. Still remember what 5 cm per second told us?”
“Uhm. Nope.”
“Believe that the worlds’ secrets lie at the bottom of the abyss..”
“The more we seek, the more we get hurt, huh?”
“Then how could i reach you if i’m digging the earth until its deepest, seeking fragments of you, a single hydrogen atom.. 
while you are sleeping above the sky of neverland—a land that doesn’t even exist?”
---

Piringan hitam perlahan berhenti. Menyuruh si pemilik untuk kembali ke rutinitasnya yang membosankan.
---

Dear, Pluto.
I hope we still in each other life. Aku mengharapkan kehadiranmu suatu saat nanti, dengan cara yang benar-benar berbeda, seperti dua orang yang memulai hidup baru. Tapi untuk saat ini, silahkan berkelana hingga kantuk dan lelap menerpa! Aku kalah! sebagai sang surya, aku hanya mampu berdiam pada satu lintasan sahaja. Sedangkan engkau.. mungkin mampu berkelana hingga Sirius menyapa. Meski begitu, setidaknya aku tak lelah berharap agar merpatiku sampai kepadamu, menyapamu tiap waktu sebagaimana janjiku padamu dulu. Sungguh, dia membawa misi besar! Menyampaikan pesan yang kusimpan selama kurun empat tahun yang lalu. Meski .. mungkin sang nona tak pernah membacanya. Salahnya, di zaman serba modern ini, aku masih saja mempercayakan merpati sebagai pengirim pesan. Ah. Merpati pasti amanah. Mungkin, tujuanku saja yang salah. Kotak pesan tua yang pernah terpampang di depan rumahnya, mungkin sudah ia buang entah kemana—bersama sepucuk surat putih tanpa tertulis siapa pengirim di dalamnya.”
           
Walau kuakui bahwa kehilanganmu adalah kekalahanku, setidaknya aku tak ingin lupa, bahwa kamu, adalah salah satu goresan terbaik yang pernah mengukir jejak pada semesta.

Sincerely,

Pluto Admirer.




...
Konon, meski sang surya tak bisa menjangkau pluto, tapi merpatinya sanggup menerjang gelimang badai hingga sampai ke tujuan yang semestinya. Saat ia mencoba membangunkan Pluto agar kembali dalam peredaran sang surya.. 
Naas. 
Merpatinya ikut meleleh sesaat ia melihat rupa sang nona pluto.

Jadilah sang surya menjadi pengagum abadi pluto.
Sebab ia menunggu suatu balasan yang tak kunjung datang.





~
Bagian Kedua #PlutoAdmirer : Desert Scream
Bagian Ketiga #PlutoAdmirer : Persimpangan Jalan

2 komentar:

  1. What a beautiful words. This one is so freaking good, Dhiya!

    BalasHapus

Diberdayakan oleh Blogger.